Penyakit Alzhaimer dan Implikasinya Terhadap Perubahan
Pola Kepribadian Lanjut usia
A. Pendahuluan
Keberhasilan pembangunan nasional, khususnya dibidang kesehatan, menghasilkan dampak positif yakni meningkatnya umur harapan hidup waktu lahir. Di Indonesia tahun 1995 - 2000, pada pria 63, 6 tahun dan pada wanita 66,7 tahun. Jumlah lansia pada tahun 2000 diperkirakan 15.262.199 orang atau 7,28 % dari jumlah penduduk (Anwar, 1994 ).
Sebelum menelaah lebih lanjut mengenai aspek kesehatan lanjut usia ( lansia ), ada baiknya kita melihat batasan-batasan seseorang dikatakan lansia. Seseorang dapat dikategorikan lansia dapat dipandang dari segi fisik, terjadi kemampuan fisik pada lanjutusia, dimana intensitas dan kecepatannya sangat beragam pada masing-masing individu. Tidak demikian halnya dengan kemampuan psikisnya ( fungsi kognisi dan emosi ). Pada usia lanjut terungkap bahwa kepribadian tetap berkembang dan setiap individu ingin mencapai apa yang disebut dengan integritas ego. Kepribadian yang stabil perlu diraih oleh lansia, sehingga dalam menghadapi perubahan fisik maupun kemunduran fungsi lainnya dapat dihadapi dengan tetap tenang. Para lansia perlu mengetahui sacara realistis apa yang akan terjadi pada masa tua dengan sewajarnya.
Menjadi tua adalah merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam proses kehidupan manusia (Schale dan Willis, 1991) Erickson (1991) menerangkan bahwa usia lanjut merupakan tahap perkembangan yang harus dijalani manusia dengan tugas menjaga keseimbangan antara intergritas dan putus asa (Despan). Nengarten (1985) menyatakan bahwa batasan lansia harus dilihat dari kondisi fisik dan mentalnya. Untuk memperjelas konsep yang berkaitan dengan keberadaan lansia, maka digunakan batasan berdasarkan umur kalender walaupun dianggap kurang memuaskan, mengingat umur kalender bukan merupakan umur psikologis (Duset, 1977). Tilker (1975) mengemukakan bahwa masa usia lanjut dimulai pada usia lebih kurang 60 tahun. Palmutter dan Hall (1985) menyatakan bahwa masa tua atau lansia pada usia 60 tahun dan dibedakan menjadi masa tua awal (60 –75 ) tahun dan masa tua akhir (75 tahun – meninggal). Haditono menyebutkan bahwa masa tua dimulai pada usia 65 tahun untuk menandai masa tua, dengan alasan bahwa individu pada usia tersebut banyak memperoleh fasilitas.
Berbagai resiko penyakit yang sering muncul pada lansia adalah sesuatu yang alamiah dikarenakan menurunnya berbagai fungsi fisik dan psikis. Baik perubahan pada fungsi tubuh, struktur organ, pengaruh obat, frekuensi penyakit dan faktor pengaruh dari luar, sifat penyakit pada lanjut usia berbeda ( Departemen Kesehatan RI), yaitu:
a. Gejala penyakit yang lebih tersamar.
b. Gejala atipik dibanding usia muda.
c. Gejala non spesifik.
d. Gejala penyakit yang berubah-ubah, karena usia lanjut sering mengidap lebih dari dua macam penyakit.
e. Ambang rasa sakit lebih tinggi.
f. Inaktivitas sering menyamarkan keluhan yang dialami dan dirasakan
Menurut International Institute on Aging, World Health Organization ( Malta, 1998), penyakit alzhaimer digolongkan kepada penyakit degeneratif. Alzhaimer disebabkan oleh proses degeneratif yang progresif diotak dengan proses kematian pasif sel-sel dipermukaan bagian-bagian otak (cortex celebral) tertentu yang memantau pikiran, daya ingat, memori dan bahasa.
B. Pembahasan
I. Pengertian Penyakit Alzhaimer
Penyakit alzhaimer (Alzhaimer Disease-AD), adalah gangguan penurunan fungsi kognitif seperti daya ingat dan daya pikir lainnya. Pasien menjadi sulit belajar hal baru, mengingat nama benda, mencari kata-kata untuk diucapkan, kemampuan mengenali ruang, waktu, benda atau orang, hitung-menghitung (kalkulasi) kemampuan membuat perencanaan dan berabstraksi.
Dimensia pada usia lanjut sering dianggap lumrah oleh masyarakat Indonesia, karena dianggap usia lanjut adalah merupakan bagian dari fase kehidupan, dimana seseorang mengalami perubahan secara biologis, psikologis maupun sosial, kulit menjadi keriput, kekuatan otot berkurang, daya ingat yang mulai menurun kadangkala menganggu aktifitas kehidupan sehari-hari. Tidak jarang hal ini membuat ketegangan dan salah pengertian diantara anggota keluarga. Berbagai peristiwa kehidupan seperti kematian pasangan hidup, anak menikah, pensiun, menderita penyakit kronis, dapat menjadi beban pikiran dan sumber stress.
Kemunduran fungsi kognitif ini lazimnya terjadi pada usia antara 40 – 90 tahun, penyebabnya kemungkinan besar adalah hilangnya beberapa fungsi otak akibat hilang atau rusaknya sel-sel otak dalam jumlah besar termasuk menurunya zat kimia dalam otak. Biasanya volume otak mengecil sehingga rongga-rongga otak melebar. Para ahli umumnya belum dapat mengatahui secara pasti diduga merupakan interaksi antara faktor keturunan (genetik) dengan faktor lingkungan. Gejala pertama penyakit alzhaimer biasanya adalah gangguan memori daya ingat, gangguan bahasa dan disorientasi. Penyakit ini umumnya dijumpai pada usia 65 tahun keatas, tetapi tidak menutup kemungkinan ditemukan pada usia yang lebih muda, walaupun persentasenya sangat sedikit. Dinegara maju sekitar 3 persen dari orang berusia diatas 65 sampai 74 tahun menderita penyakit alzhaimer dan persentase ini meningkat hingga 50 persen pada usia diatas 85 tahun. Penelitian di Eropa antara tahun 1980-1990 oleh Rocca dan kawan-kawan (1991) menunjukan angka kejadian yang meningkat seiring bertambahnya umur , yaitu masing-masing 0.02, 0.3, 3.1 dan 10.8 persen pada kelompok umur 30-59, 70-79, dan 80-89 tahun. Penyakit alzhaimer paling banyak terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, dibandingkan kepikunan akibat gangguan peredaran darah (stroke). Tetapi kebalikannya terjadi di Rusia, Jepang dan China.
Gangguan dari fungsi kognisi mudah dikenal dan terutama mengenai daya ingat atau memori daya ingat. Mekanisme daya ingat dapat dibagi kedalam empat bagian :
1) Kemampuan menyimpan informasi untuk waktu singkat, umpamanya mengingat nomor telepon sampai selesai memutarnya dengan cepat. memori ini disebut memori seketika (immediated term memory).
2) Kemampuan menyimpan informasi lebih lama dan lebih banyak (memori jangka pendek atau short term memory).
3) Kemampuan menyimpan informasi jangka panjang (long term memory) contohnya mengingat kejadian yang dialami dan berhubungan dengan waktu. Serta kemampuan untuk mengingat arti kata dan simbolik atau semantic.
4) Kemampuan yang merupakan kombinasi ( perpaduan ) antara immadiated term, short term dan lomg term memory.
Penyakit alzhaimer juga menunjukan gejala keterlupaan (forgetfulness) yang lebih dikenal di masyarakat kita dengan istilah pikun, bahkan laju penyakitnya sering diawali oleh gejala itu. Tetapi selama ini masih dianggap ada batas tegas antara gejala mudah-lupa yang normal dengan penyakit alzhaimer yang menunjukan gejala mudah-lupa tetapi tidak normal lagi.
Pada beberapa decade terakhir ini ada penemuan baru yang menyatakan bahwa penyakit alzhaimer merupakan penyakit kepikunan (dimensia) yang awal perjalanan penyakitnya sering dimulai dengan keterlupaan yang normal tersebut. Ternyata antara kedua kondisi itu ada stadium transisi yang oleh para pakar disebut Mild Cognitive Impairment (MCI). MCI atau gangguan kognitif ringan menunjukan serentetan gejala khusus yang tidak sama dengan mudah-lupa normal dan penyakit alzhaimer. Orang yang menyandang MCI mempunyai resiko tinggi untuk mengidap penyakit alzhaimer dengan rasio 12 sampai 15 persen setiap tahun. Banyak penderita alzhaimer yang pada awal perjalanan penyakitnya menunjukan gejala MCI. MCI merupakan resiko tinggi untuk alzhaimer, tetapi perlu diketahui bahwa diagnosis MCI bukan berarti bahwa penyandangnya harus selalu akan menderita alzhaimer.
Di Amerika Serikat dan kanada pada tahun 1999 telah didirikan pusat penelitian yang dinamakan Memory Impairment Study untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh obat-obatan pada para penyandang MCI berusia 55 sampai 90 tahun.
Sampai saat ini intervensi farmakologis (obat), fisik dan mental terhadap penyakit alzhaimer masih dilakukan dengan criteria adanya tanda kepikunan mulai dari stadium ringan sampai berat. Padahal kenyataan membuktikan bahwa intervensi pada penyakit alzhaimer makin efektif hasilnya jika diberikan pada stadium sedini mungkin.
Dengan adanya diagnosis MCI yang kriterianya antara lain tidak adanya tanda-tanda kepikunan, tetapi merupakan resiko tinggi untuk penyakit alzhaimer.
Sudah banyak upaya dilakukan untuk memerangi kepikunan alzhaimer ini. WHO telah mengembangkan criteria untuk kepikunan dalam Tenth Revision of the International Classification of Diseases (ICD-10) yang dapat digunakan secara internasional. Telah dikembangkan juga berbagai tes kognitif dan criteria evaluasi. Semua ini dalam rangka menyamakan patokan penelitian, pengobatan dan penyembuhan. Di Amerika Serikat terdapat sekitar empat juta penderita alzhaimer dan 2,7 juta penyandang MCI, 234 orang normal dan 106 penderita alzhaimer ringan dan melaporkan bahwa MCI dapat berkembang menjadi alzhaimer dengan laju 12 persen setahun, sedangkan pada orang normal hanya dengan laju 2 persen.
Secara klinis, keluhan mudah lupa pada orang normal, pada MCI dan pada alzhaimer dapat dibedakan. Pada umumnya gejala MCI adalah keluhan mudah lupa, kemampuan daya ingat yang abnormal bagi ukuran usia dan pendidikan, aktivitas kehidupan sehari-hari normal, fungsi kognitif secara umum normal dan sedikit tanda kepikunan. Gejala mudah lupa pada ketiga kondisi itu mempunyai ciri masing-masing.
2. Alzhaimer dan implikasinya terhadap perubahan pola kepribadian
lansia.
Penyebab penyakit alzhaimer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tadinya penyakit ini diduga merupakan interaksi antara factor keturunan (genetic) dengan factor lingkungan. Gejala psikiatrik dan perubahan perilaku pada penderita alzhaimer sangat sering terjadi, yang mengganggu pasien maupun keluarganya. Pasien dapat menjadi agresif, keluyuran (wandering), kegelisahan yang amat sangat (restlessness), adanya waham (pikiran yang aneh dan tidak logis), halusinasi, gangguan tidur dan kecemasan. Penyebab terjadinya perubahan perilaku yang menyebabkan berubahnya pola kepribadian yaitu dengan adanya perubahan zat-zat kimia diotak (neurotransmitter) maupun mengecilnya volume otak akibat kerusakan sel otak. Volume otak penderita alzhaimer mengecil dan mengkerut sehingga beberapa fungsi otak dapat terganggu. Secara psikologis, pasien mengalami gangguan seperti waham (delusi). Pasien mempunyai pikiran atau keyakinan yang keliru , namun tetap diyakininya betul. Kekeliruan itu sulit dikoreksi meski disodorkan bukti bahwa hal itu tidak benar .
Penyakit alzhaimer sering menyebabkan efek samping dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Meskipun masalah memori merupakan suatu tanda adanya gangguan, pada beberapa hal kemungkinan besar mengarah pada perilaku atau gangguan kejiwaan yang menjadikan perawatan dirumah menjadi sukar untuk dilakukan dan pada beberapa kasus alzhaimer menjadi sesuatu yang mustahil (Kumar, Koss, Metzler, Moore & Friedland, 1988….). Masalah kejiwaan adalah masalah yang paling menonjol pada pasien alzhaimer (Patterson,et.al, 1999). Beberapa perubahan pola kepribadian penting juga untuk dipahami, sehingga kita dapat merasakan dan memberikan kepedulian pada beban yang tengah mereka alami. (Petry et al, 1988)
Perubahan perilaku yang tidak tampak dan mempunyai kesan, merupakan petunjuk awal terjadinya gangguan alzhaimer (Petry et al, 1988). Rubin et al (1986) dalam membandingkan antara gangguan kejiwaan yang berat, dan gangguan yang ringan, serta pokok permasalahan yang biasa pada masa lansia digunakan analisis factor untuk mengidentifikasi empat ukuran pada kepribadian dan perilaku dimana terjadi perubahan pada: a). perilaku pasif, yang terdiri atas lamban, gelisah, pemurung dan kurang mendengarkan) dimana terjadi dalam 66 persen gangguan alzhaimer ringan, 50 persen kelompok gangguan alzhaimer berat dan tidak ada sama sekali pada lansia normal, b). perilaku egosentris (mementingkan diri sendiri, tidak ada perhatian dan kebersahajaan untuk orang lain serta kehilangan control emosi) yang terjadi dalam 34 persen kelompok gangguan, 31 persen pada kelompok gangguan berat dan 4 persen dari kelompok control, c) perilaku yang terganggu (emosional dan sangat aktif) dimana terjadi dalam 30 persen gangguan dan 30 persen gangguan berat dan 5 persen pada lansia normal, d) kecurigaan dimana biasanya jarang terjadi dan hanya ditemukan pada 5 persen kelompok gangguan secara keseluruhan, beberapa macam perubahan perilaku digambarkan untuk 77 persen kelompok gangguan alzhaimer ringan, 62 persen pada kelompok gangguan alzhaimer berat dan hanya 10 persen yang normal. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Case Western University/University Hospital Alzaimer terhadap 22 pasien. Dengan menggunakan diagnosa pada Diagnosis and Statistical Manualof Mental Disorders, semua subyek diterima untuk melengkapi pemeriksaan neurologis termasuk CT pada pengamatan kesan. Rata-rata umur pasien adalah 72 tahun dengan rata-rata telah menempuh pendidikan 12,6 tahun. Pola kepribadian yang diamati mencakup variabel personalitas yaitu conscientiousness (bertanggungjawab), neurotitism (kegelisahan), extraversion (ekstraversi), agreeableness (kecocokan), dan openess (keterbukaan). Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan perubahan pola perubahan kepribadian lansia setelah menderita alzhaimer.
3. Terapi
Ada dua cara penanggulangan gangguan perilaku dan psikologis pada penderita alzhaimer, yaitu terapi non-obat (psikoterapi) dan terapi dengan obat (farmakoterapi). Terapi non obat umumnya untuk mengatasi gejala psikologis dan perilaku yang masih tergolong ringan. Metode non obat lazimnya untuk mengatasi gejala depresi ringan, apatis dan keluyuran.
Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pasien, karena pasien alzhaimer pada dasarnya tidak mampu lagi melakukan adaptasi dengan lingkungan, misalnya agar ditata sehingga tidak membuat stress dan perasaan tidak terasing bagi pasien. Metode ini hanya efektif untuk fase awal gangguan alzhaimer. Terapi yang bersifat non-obat ini harus diikuti dengan pemberian obat jika gangguan psikologis dan gangguan perilaku pasien yang sudah dianggap parah. Pemberian obat tentu saja harus memperhatikan efek samping dan juga kondisi pasien secara umum. Pada umumnya gangguan psikologis dan perilaku pada pasien alzhaimerdapat diatasi dengan obat golongan psikotropik (antipsikotik, antidepresi, anticemas, dan sebagainya)
Satu hal lagi, gangguan perilaku pada penderita alzhaimer mudah dikenali dari pengamatan terhadap perilaku pasien sehari-hari. Sedangkan gangguan psikologis (waham, halusinasi, depresi) yang menyebabkan perubahan perilaku pasien dapat diketahui melalui pemeriksaan/wawancaradengan seorang dokter ahli yang berpengalaman dalam bidang ini. Baik gangguan psikologis maupun gangguan perilaku, keduanya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dalam perjalanan alzhaimer ini. Gejala psikologis dan perilaku ini sangat mengganggu dan menjadi beban/sumber stress bagi keluarga pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Milton E. Strauss, Monisha Pasuphati & Anjan Chattereje, Concordance between Observers in Description of Personality Change in Alzhaimer Disease, American Psychological Association, Psychology and Aging, vol 8 no. 4, 475-480, 1993.
Patricia A. O’Learey, William E Halley & Penelope B. Paul, Behavioral Assesment in Alzhaimer Disease : Use of a 24-hr log, American Psychological Association, Psychology and Aging, vol 8 no. 2, 139-143, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar