Rabu, 19 Oktober 2011

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN SOSIAL REMAJA DALAM DELAPAN ASPEK

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN SOSIAL REMAJA
DALAM DELAPAN ASPEK


BAB  I

PENDAHULUAN


Masa remaja merupakan masa untuk memperluas wawasan sosial. Perkembangan Remaja yang berhubungan dengan dunia sosialnya sudah lebih luas dibandingkan masa kanak-kanak. Saat remaja terjadi perpindahan orientasi dari home centered, dimana remaja mulai meniggalkan rumah dan keluarga dan komunitas yang lebih luas dan menuju ke dunia teman sebayanya (peer),  aktivitas remaja pun bertambah banyak dan remaja mulai belajar mandiri. Pada periode ini remaja juga dituntut masyarakatnya untuk tidak lagi bersikap dan berfungsi sebagai anak, namu disisi lain remaja belum sepenuhnya berfungsi sebagai orang dewasa.
Berkembangnya lingkup sosial pada remaja menuntut kemampuan mereka untuk memahami orang lain dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap dirinya. Kemampuan ini disebut social cognition (Mönks, 2001).
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan  yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat. 
 Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan  dalam perkembangan yang lebih ekstrim dapat   menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat mengembangkan  ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan. 

BAB  II

PEMBAHASAN

A. Delapan Aspek

Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan sosial (sosial skill) untuk dapat  menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari (Erikson, 1968). Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila ketrampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. 
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (dalam Gray, 1992), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut ketrampilan sosial (social skills) yaitu: 
1.    Keluarga
2.    Lingkungan
3.    Kepribadian
4.    Rekreasi
5.    Pergaulan dengan lawan jenis
6.    Pendidikan/sekolah
7.    Persababatan dan solidaritas kelompok
8.    Lapangan kerja
B. Implementasi  Delapan Aspek
Dalam pengembangan aspek psikososial remaja, maka delapan aspek yang menuntut ketrampilan sosial remaja harus dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kondisi yang kondusif (Mu’tadin, 2002). Di bawah ini adalah beberapa implementasi yang mungkin berguna dalam aplikasi pengembangan aspek psikososial remaja:
1. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Sebagaimanapun anak melanglang-buana dengan teman sebayanya sebagai dunia yang diidentikkan dengan dirinya untuk mencari kebebasan, namun mereka tetap akan berbalik pada keluarga khususnya orangatua untuk mendapatkan dukungan atau bimbingan (Papalia & Olds, 2001). Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home dimana anak  tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan ketrampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:    
a.   kurang adanya saling pengertian (low mutual understanding)
b.   kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orangtua dan saudara
c.    kurang mampu berkomunikasi secara sehat
d.   kurang mampu mandiri
e.   kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara
f.     kurang mampu bekerjasama
g.    kurang mampu mengadakan hubungan baik
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka amat penting bagi orangtua untuk menjaga agar keluarga tetap harmonis. Keharmonisan dalam hal ini tidaklah selalu identik dengan adanya orangtua utuh (Ayah dan Ibu), sebab dalam banyak kasus orangtua single terbukti dapat berfungsi efektif dalam membantu perkembangan psikososial anak. Hal yang paling penting diperhatikan oleh orangtua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua maupun saudara-saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik antara anak dan orangtua maka segala konflik yang timbul akan mudah diatasi. Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dan sebagainya, hanya akan memunculkan berbagai konflik  yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional, sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama lain menjadi rusak.
2. Lingkungan
Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan lingkungan sosial (tetangga), lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga(keluarga primer & sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orangtua, saudara, atau kakek dan nenek saja. 
Selain konteks lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara luas, remaja juga dipengaruhi oleh media massa sekitarnya, seperti : surat kabar, majalah, radio, internet, dan televisi (Nuryoto, 1995). Remaja gemar memanfaatkan semua media informasi yang ada dalam rangka menambah wawasannya sehingga remaja dapat melakukan interpretasi terhadap fenomena-fenomena sosial dan kultural yang terjadi di sekitarnya. Dengan wawasan yang dimiliki remaja akan mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya.
3. Kepribadian
          Kepribadian merupakan faktor yang amat berpengaruh dalam proses interaksi sosial remaja (Kroger, 1993). Secara sederhana digambarkan apakah remaja berkepribadian introvert-ekstrovert, pasif-aktif, temperamental-non temperamental, dan sebagainya, akan menentukan proses bersosialisasi remaja.
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.  
4. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat  kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru.
5. Pergaulan dengan Lawan Jenis
          Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja seyogyanya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang  menjadi sangat penting dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga. 

6. Pendidikan
          Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai ketrampilan kepada anak. Salahsatu ketrampilan tersebut adalah ketrampilan-ketrampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar ketrampilan-ketrampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak atau remaja dan dikembangkan terus-menerus sesuai tahap perkembangannya. 
7. Persahabatan dan Solidaritas Kelompok
          Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman amat besar. Pada masa remaja berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain (Yusuf, 2001). Seringkali remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. Dalam hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya. 
8. Lapangan Kerja
          Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SMA mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. Dengan memahami lapangan kerja dan ketrampilan-ketrampilan sosial yang dibutuhkan maka remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan dapat menyiapkan untuk bekerja.
Untuk mengakumulasi kedelapan aspek yang telah diuraikan di atas agar mencapai kesempurnaan, diperlukan adanya peningkatkan kemampuan penyesuaian diri.
Untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka sejak awal anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif.  Agar anak dan remaja mudah menyesuaikanan diri dengan kelompok, maka tugas orangtua atau pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Melalui cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang lain atau kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain atau kelompok.
Selain itu anak harus diajarkan sejak dini untuk dapat memilih prioritas tugas-tugas yang harus segera diatasi, bukan menunda atau mengalihkan perhatian pada tugas yang lain. Sejak awal sebaiknya orang tua atau pendidik telah memberikan bekal agar anak dapat memilih mana yang penting dan mana yang kurang penting melalui pendidikan disiplin, tata tertib dan etika.
Pada dasarnya masih banyak cara-cara yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri remaja. Remaja dengan dituntun orangtua dan lingkungan pun bebas memilih cara-cara yang tepat sesuai dengan kebutuhan remaja itu sendiri. Satu hal yang harus selalu diingat adalah bahwa dengan membantu remaja dalam mengembangkan ketrampilan sosial berarti mereka telah dibantu dalam menemukan dirinya sendiri sehingga mampu berperilaku sesuai norma yang berlaku.


BAB  III
KESIMPULAN
Menilik ulasan-ulasan singkat dari pembahasan tulisan ini, maka dapat disimpulkan beberapa benang merah sebagai konklusi, sebagai berikut :
1.    Masa remaja adalah masa peralihan yang menuntut mereka untuk bertingkahlaku dan berpikir secara dewasa, saat mereka sendiri belum mampu menguasai fungsi-fungsi predikat orang dewasa.
2.    Tidak dapat dipungkiri, masa remaja memiliki dua kutub gerakan, yaitu menjauh dari orangtua dan mendekati teman sebaya (peers) dengan salah satu gerakannya adalah konformitas yang dapat berdampak positif atau negatif.
3.    Keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat luas, fasilitas sosial seperti media massa, komunikasi dan teknologi lainnya adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap sosialisasi remaja selain faktor internal seperti kepribadian.
4.    Terdapat delapan aspek yang menuntut hadirnya social skill atau ketrampilan sosial pada remaja, yaitu: keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan atau sekolah, persahabatan dan solidaritas, serta lapangan kerja.
5.    Untuk menyempurnakan delapan aspek agar lebih mudah dipahami dan dijalani remaja maka dibutuhkan aspek ke sembilan yaitu meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, sehingga antar aspek terjadi sinkronisasi yang dinamis.
  
DAFTAR  PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar