Kamis, 27 Oktober 2011

Motivasi Berprestasi Siswa


I.     Pendahuluan
Dunia sekolah formal pada hakikatnya diciptakan untuk memfasilitasi proses pendampingan siswa agar mereka lebih dimungkinkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan potensinya. Tujuannya adalah memanusiakan siswa itu sendiri agar berani menjadi dirinya sendiri, unik tak terbandingkan dengan yang lain.   Juga lebih jauh diharapkan mendewasakan mereka dan menjadikan mereka sebagai manusia-manusia mandiri yang dapat menjalin hubungan interdependen dalam masyarakat luas.
Melalui proses pendewasaan dan pemandirian yang diperoleh melalui belajar, siswa  pada gilirannya diharapkan tidak menjadi beban sosial-ekonomi masyarakat dan pemerintah, tetapi justru menjadi kontributor dan aktor yang mampu menyatakan dirinya dalam karya nyata yang berguna bagi masyarakat.    Sehubungan dengan perubahan yang terus terjadi, nantinya diharapkan setelah lulus sekolah mereka tidak menjadi korban perubahan (victim of change) tetapi sebagai agen perubahan (agent of change) yang kreatif dan inovatif sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dunia sekolah (termasuk universitas) hampir selalu ditujukan kepada kaum muda yang dipersiapkan untuk menjadi generasi pengganti yang mampu mengambil alih estafet kepemimpinan dalam keluarga, masyarakat, perusahaan, bangsa dan negara. Karena anak-anak dan remaja berbeda dengan orang dewasa, tentunya proses pembelajaran bagi orang dewasa akan berbeda dengan dunia sekolahan pada umumnya. Perbedaan ini tidak saja mencakup materi pelajaran, tetapi juga metodologi pengajaran dan pelatihan yang diberikan.
Tentu saja, dalam proses belajar-mengajar, hasil belajar yang maksimal tidak hanya ditentukan oleh siswa melalui motivasi belajar yang tinggi tetapi juga ditentukan oleh sarana (media pengajaran) dan kualitas gurunya. Anak-anak masa kini berbeda dalam satu hal dibandingkan puluhan tahun yang lalu ketika informasi tentang dunia relatif sulit dijangkau, anak-anak masa kini adalah ensikopedi berjalan. Oleh karena itu, apabila sekolah-sekolah membatasi fungsinya dalam menyebarluaskan ilmu dan informasi, maka didapatkan kesan membosankan dan tidak relevan. Televisi, komputer dan internet sendiri baik disenangi atau tidak, telah membuat konsep sekolah sebagai satu-satunya pemberi informasi menjadi usang. Karena keterbatasan biaya, sarana-sarana penunjang pendidikan semacam ini belum banyak digunakan di sekolah.
Agar lebih spesifik, tulisan ini dibatasi pada masalah motivasi dalam belajar.   Perlu dipertanyakan, sejauh mana motivasi belajar siswa mempengaruhi proses belajar yang terjadi di sekolah. Portal Pendidikan Utusan Malaysia dengan tegas mengatakan bahwa selain kemahiran menyampaikan ilmu dengan baik, guru juga perlu bijak memberikan motivasi kepada siswa karena ia adalah faktor utama untuk meningkatkan proses pembelajaran siswanya. Dalam soal belajar, motivasi itu sangat penting.  Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar. Di sekolah seringkali ditemui anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan sebagainya. Dalam hal ini, salah satu penyebabnya adalah guru tidak berhasil memberikan motivasi yang tepat untuk mendorong agar ia mau bekerja dengan segenap tenaga dan pikirannya.  

II. Pengertian Motivasi dan Belajar

A.    Pengertian Belajar

Menurut Lyle E. Bourne, Jr., Bruce R. Ekstrand : Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan. Clifford T. Morgan berpendapat : Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu. Sedangkan Guilford berpandangan : Belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilakan dari rangsangan.[1]
Dari beberapa pengertian belajar di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif permanen yang terjadi karena pengalaman dan latihan. Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang disengaja, kegiatan tersebut menghasilkan perubahan, perubahan yang terjadi dapat berbentuk perubahan dalam ketrampilan jasmani, kemampuan berfikir, sikap terhadap nilai-nilai tertentu, dll, perubahan yang terjadi relatif bersifat konstan.
B.     Pengertian Motivasi
Situasi 1. Berjam-jam tanpa mengenal lelah  para siswa pemain sepak bola itu berlatih untuk menghadapi  babak kualifikasi pertandingan sepak bola antar siswa se- Kabupaten.
Situasi 2. Seorang siswa atau mahasiswa belajar dengan tekun sampai larut malam. Ketekunan dalam belajar membuat siswa atau mahasiswa tersebut tidak memperdulikan rasa lelah dan rasa kantuknya.
Uraian di atas, menggambarkan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dilatarbelakangi oleh sesuatu atau motif tertentu. Mengapa mereka belajar? Atau dengan kata lain; apakah yang mendorong mereka belajar? Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Artinya, dengan adanya usaha yang tekun terutama didasari oleh motivasinya, maka seseorang yang belajar akan dapat menghasilkan prestasi yang baik.  Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian pretasi belajarnya. 
Dalam kenyataannya, motif setiap orang dalam belajar berbeda satu dengan yang lainnya.  Ada siswa yang rajin belajar karena memang mempunyai motif ingin menuntut ilmu, ada juga siswa yang belajar karena mempunyai motif sekedar mendapat nilai yang bagus atau lulus ujian.  Umumnya motif belajar seorang siswa lebih dari satu atau bersifat majemuk. Seorang siswa yang belajar dengan rajin biasanya bukan hanya karena motif ingin menuntut ilmu, tetapi juga karena motif ingin mendapat nilai yang bagus, ingin lulus ujian, dan dapat pula karena adanya motif-motif yang lain.
Pengertian motivasi adalah kebutuhan atau keinginan secara sadar atau tidak yang beroperasi dalam kehendak seseorang dan menghasilkan sesuatu perbuatan. Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu.  Jadi motivasi belajar adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan belajar. Menurut Prof. P.F. Drucker, motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang.  Untuk belajar, sangat diperlukan adanya motivasi. “Motivasion is an essential condition of learning”. Hasil belajar akan maksimal kalau ada motivasi pada diri seseorang. Sedangkan. Gates dan kawan-kawan menyebutkan motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu.[2]
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan). 
Pada uraianselanjutnya, kita menggunakan istilah motif dan motivasi secara bergantian. Pengertian motif dan motivasi sukar dibedakan secara tegas. Lebih jauh Atkinson dalam bukunya  An Introduction to Motivation  menyampaikan  kesulitan dalam mendefinisikan arti motivasi adalah karena istilah ini tidak memiliki arti yang tetap di dalam psikologi kontemporer.
III. Teori Motivasi
Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan psikis maupun kebutuhan fisik.  Sehubungan dengan kebutuhan hidup manusia yang mendasari timbulnya motivasi, Maslow mengungkapkan kebutuhan dasar hidup manusia dibagi menjadi 5 tingkatan:[3]
1.      Kebutuhan fisiologis.  Kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital yang harus dipenuhi seseorang dengan segera seperti makan, minum, pakain, dan tempat tinggal.
2.      Kebutuhan keamanan.  Kebutuhan memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman yang membahayakan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya.
3.      Kebutuhan Sosial.  Kebutuhan untuk menyukai dan disukai, mencintai dan dicintai, bergaul, berkelompok, bermasyaraakat, berbangsa dan bernegara.
4.      Kebutuhan akan harga diri.  Kebutuhan memperoleh kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan.
5.      Kebutuhan akan aktualisasi diri.  Kebutuhan memperoleh kebanggaan, kekaguman dan kemasyhuran sebagai pribadi yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa.
Menurut Maslow, kepuasan manusia sifatnya sementara, apabila suatu kebutuhan telah terpenuhi, orang tidak lagi berkeinginan memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi berusaha memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jadi, untuk berprestasi dengan baik, seseorang harus memenuhi lebih dulu kebutuhan dasar fisiologis dan keamanan. Tidak mungkin seseorang akan berprestasi dengan baik apabila yang bersangkutan lapar dan terganggu keamanannya.
Banyak lagi teori yang berhubungan dengan pencapaian kebutuhan.   Teori lain yang berhubungan dengan pencapaian kebutuhan disampaikan oleh McClelland[4] bahwa kebutuhan hidup manusia ada 3 yaitu: 1) Kebutuhan untuk berprestasi, 2) Kebutuhan untuk berafiliasi, dan 3) Kebutuhan untuk memperoleh makanan. Karena yang kita bicarakan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, maka konteks motivasi yang sesuai disini adalah motivasi berprestasi.  Dengan demikian  definisi motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis (kebutuhan berprestasi) yang terdapat dalam diri seseorang (siswa) untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (berprestasi setinggi mungkin).
      McClelland menyampaikan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu motivasi yang berhubungan dengan pencapaian standar kepandaian atau standar keahlian.  Sementara Heckhausen mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan yang ada pada diri siswa sehingga yang bersangkutan selalu mencoba  berjuang meningkatkan kemampuannya setinggi mungkin sesuai dengan potensi dan bakatnya dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan.   
      Harapan seseorang terbentuk melalui belajar dalam lingkungannya. Suatu harapan selalu mengandung standard of excellence (standar keunggulan). Oleh karena itu, standar keunggulan merupakan kerangka acuan bagi seorang siswa ketika dia belajar mengerjakan suatu tugas, memecahkan masalah dan mempelajari ketrampilan lainnya. Standar keunggulan dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Standar keunggulan tugas.  Berhubungan dengan pencapaian tugas sebaik-baiknya. 2) Standar keunggulan diri. Berhubungan dengan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasinya selama ini. 3) Standar keungulan siswa lain. Berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang dicapai oleh siswa lain. Berhubungan dengan keinginan siswa menajdi juara dalam setiap kompetisi.
IV.  Komponen  Motivasi
Motivasi terdiri dari 3 komponen yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu:
1. Personal goal, yaitu adanya cita-cita pada diri seseorang.
2. Personal Agency belief, yaitu adanya keyakinan bahwa dirinya mampu mencapai tujuan tersebut.
3. Emosi, yaitu semangat yang memunculkan perilaku untuk mencapai tujuan.
V.  Manfaat Motivasi dalam Belajar
Secara umum dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga bisa memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi para guru, fungsi-fungsi motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan perstasi belajarnya. Ada tiga manfaat motivasi dalam belajar, yaitu : 1) Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak yang memberikan energi/kekuatan kepada siswa untuk rajin belajar dan mengatasi kesulitan belajar. 2) Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai.   Mengarahkan kegiatan belajar siswa kepada suatu tujuan tertentu yang berkaitan dengan masa depan dan cita-cita. 3) Membantu siswa untuk mencari suatu metode belajar yang tepat dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
VI.  Motivasi Berprestasi  dan  Prestasi Belajar
Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan dalam belajar.  Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada intensitasnya.   Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademis yang tinggi apabila : rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil serta tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah tapi juga tidak terlalu sukar, sehingga memberi kesempatan untuk berhasil.    
VII.  Energi  untuk  Motivasi
            Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dalam perjalanan menuju tujuan dan masa depan yang diinginkan, kita membutuhkan dorongan. Tanpa dorongan, tidak akan aca gerakan.  Untuk membuat dorongan, dimembutuhkan daya energi: positif dan negatif.
a.       Positif, energi positif diperoleh bila seseorang dapat melihat sesuatu yang menggembirakan dan memuaskan dalam pikirannya. Selama bayangan positif dapat dipertahankan, energi positif dapat bertahan lebih lama dan diteruskan. Energi ini membuat seseorang memberikan komitmen yang tinggi dalam usaha mencapai apa yang diperlukan.
b.      Negatif, energi negatif diperoleh seseorang bila berada dalam keadaan ketakutan, khawatir, kesakitan, kepahitan baik secara fisik maupun secara psikologis.  Biasanya reaksi yang muncul dikenal dengan apa yang disebut flight atau fight.  Energi negatif ini tetap diperoleh selama kita merasakan “bahaya” maupun “kesakitan”.  Energi ini sering digunakan oleh perusahaan guna mengubah seseorang. Karyawan diberitahu jika mereka tidak berubah atau tidak mau menerima cara baru dalam mengerjakan sesuatu, mereka akan menerima sangsi.  Di sekolah, bisa diterapkan bagi siswa yang terlambat masuk sekolah, mereka juga akan menerima sangsi. 
VIII.  Sumber-sumber Motivasi
Motivasi seseorang dapat bersumber dari :  1)  Dalam diri sendiri yang dikenal sebagai motivasi intrinsik, dan 2) Luar diri seseorang yang dikenal sebagai motivasi ekstrinsik.

1)      Intrinsik. Motivasi Intrinsik apabila yang mendorong untuk bertindak adalah nilai-nilai yang sudah ada dalam diri seseorang. Motivasi ini tidak akan habis karena rangsangan dapat ditimbulkan oleh diri sendiri setiap waktu sesuai dengan keadaan.   Contoh:

a)      Seseorang yang senang membaca, tidak perlu disuruh  atau didorong orang lain, ia rajin mencari buku-buku di perpustakaan atau di toko buku untuk dibacanya.
b)      Abdullah tekun mempelajari psikologi karena ia benar-benar tertarik dan ingin sekali menguasai pelajaran ini.      
2)      Ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik apabila yang mendorong untuk bertindak adalah karena adanya rangsangan dari luar dirinya.  Contoh:
a)      Seorang anak belajar bukan didorong oleh keinginan untuk benar-benar mengetahui apa yang dipelajarinya, tetapi supaya lulus ujian atau supaya orang tuanya senang, atau takut dimarahi oleh ayah/gurunya.
b)      Seseorang belajar karena besok paginya akan ujian dengan harapan mendapat nilai baik sehingga akan dipuji oleh pacar/temannya.  Jadi disini yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan mendapat pujian/hadiah.   Bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak penting.  Kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik siswa, sehingga diperlukan motivasi ektrinsik.
Dalam kehidupan sehari-hari, perbuatan-perbuatan yang kita lakukan banyak didorong oleh motivasi dari luar, tetapi banyak juga yang didorong oleh motivasi dalam dirinya, atau oleh keduanya sekaligus. Namun demikian, yang paling baik terutama dalam belajar adalah yang berasal dari diri sendiri/intrinsik. Dengan motivasi  intrinsik, siswa akan aktif sendiri, belajar sendiri tanpa paksaan orang lain. Dalam Educational Psychology Review, Maret 2004 mengenai Pengaruh Perspektif Waktu pada Motivasi Siswa dinyatakan bahwa penelitian dalam perspektif ini telah memberikan para guru suatu pesan bahwa “para pendidik harus mendukung dan mengembangkan keinginantahu alami siswa atau motivasi intrinsik untuk belajar.” Oleh karena itu, bagi para guru dan yang bergerak di bidang administrasi pendidikan, hal ini berarti memfasilitasi siswa mencintai belajar.
Motif ekstrinsik bisa berubah menjadi motif intrinsik yang disebut sebagai “transformasi motif”. Motivasi ekstrinsik bisa berubah menjadi intrinsik pada saat siswa menyadari pentingnya belajar dan belajar sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain.   Contoh:
a)      Seorang siswa belajar di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) karena mengikuti orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru.   Awalnya, motifnya adalah ekstrinsik, menyenangkan orang tuanya.  Setelah belajar beberapa lama di LPTK, ia sangat menyenangi pelajaran-pelajaran yang diberikan dan sangat senang belajar untuk jadi guru. Motif siswa tersebut telah berubah dari ekstrinsik ke intrinsik.
b)      Seorang siswa kelas 1 SMP belum mengetahui tujuan belajar di SMP. Yang dilakukan hanya mengikuti belajar di SMP seperti yang dilakukan oleh teman-temannya yang lain. Siswa tersebut baru benar-benar mengetahui kegunaaan belajar di SMP bagi dirinya karena adanya penjelasan dari wali kelasnya. Akhirnya berkat semangat belajarnya hasil belajarnya sangat baik dan lulus SMP dengan NEM yang cukup memuaskan.  Ia sangat menyadari ada korelasi antara pentingnya belajar dengan hasil yang ingin dicapai. Di SMA semangatnya bertambah karena ia punya cita-cita ingin masuk AKABRI. Lulus SMA jurusan IPA hasilnya sangat memuaskan karena ketekunan belajarnya dan akhirnya ia diterima di AKABRI sesuai cita-citanya. 
Cara menimbulkan motivasi instrinsik antara lain bisa dilakukan sebagai berikut: memahami manfaat-manfaat yang bisa diperoleh dari setiap pelajaran atau kuliah, memilih bidang studi yang paling disenangi dan paling sesuai dengan minat, memilih bidang studi yang paling menunjang masa depan.
            Selain itu, motivasi belajar dapat juga dibangkitkan dengan menciptakan motif-motif ekstrinsik. Hal ini penting karena motivasi belajar para siswa akan semakin kuat apabila mereka juga mempunyai motif ekstrinsik. Cara membangkitkan motif-motif ekstrinsik ini dapat dilakukan dengan memiliki berbagai keinginan untuk membangkitkan motivasi belajar, antara lain: 1) keinginan mendapat nilai ujian yang baik., 2) keinginan naik kelas atau lulus ujian, 3) keinginan menjaga harga diri atau gengsi, misalnya, ingin dianggap sebagai orang pandai, 4) keinginan menang bersaing dengan orang lain, 5) keinginan menjadi juara kelas, juara umum atau siswa teladan, 6) keinginan dapat memenuhi persyaratan dalam memasuki pendidikan lanjutan, 7) keinginan dikagumi sebagai siswa yang berprestasi, 8) keinginan melaksanakan anjuran atau dorongan dari orang lain seperti orang tua, kakak, guru, teman akrab atau orang lain yang disegani.
Cara membangkitkan motivasi belajar yang telah disampaikan di atas perlu diterapkan oleh siswa dan perlu juga dikembangkan lebih jauh agar motivasi siswa tersebut semakin lama semakin kuat dan stabil. Apabila motivasi belajar siswa lebih dominan tergantung pada faktor luar, seperti dorongan dari guru, orang tua, dosen atau pacar, biasanya motivasi belajar siswa cenderung tidak stabil dan mudah menjadi lemah. 
IX.  Kondisi Eksternal dan Internal Siswa Belajar
            Berikut ini contoh yang menjelaskan kondisi intern dan ekstern : “Pak Jono adalah guru SMP dan menjadi wali kelas 3 sebuah SMP di kota Bandung. Ia memiliki catatan tentang perilaku belajar siswa SMP. Catatan ini merupakan hasil pengamatan, wawancara dengan siswa dan orang tua, dan kutipan hasil belajar dari guru lain. Dari catatan ini, pak Jono membuat kesimpulan sementara sebagai berikut:
1.      Siswa yang tampak segan belajar, karena tidak mengetahui kegunaan mata pelajaran sekolah. Akibatnya, hasil belajar siswa tersebut tergolong rendah. Setelah guru memberi informasi tentang kegunaan mata pelajaran di kemudian hari, siswa tersebut kemudian berusaha mengubah perilaku belajarnya. Siswa tampak lebih rajin, memusatkan perhatian pada pelajaran dan pada akhir semester hasil belajarnya tergolong baik.
2.      Kelompok ke dua, siswa yang tampak segan belajar, karena urusan pergaulan dengan teman sekolahnya dan urusan dengan keluarganya. Hasil belajar siswa menjadi menurun menjadi sedang. Setelah guru menghubungi teman sekolah dan keluarga siswa tersebut, siswa tersebut mengubah perilaku belajarnya. Siswa tersebut tampak belajar dengan penuh semangat.
3.      Siswa yang memiliki semangat belajar tinggi dan rajin. Padahal siswa tersebut juga mengalami keadaan yang mengganggu konsentrasi belajar. Siswa ini mampu mengatasi gangguan dan hambatan belajarnya. Apa yang kemudian dilakukan? Ia menggunakan kesempatan belajar dengan baik, seperti belajar di perpustakaan dan belajar dari sumber lain. Hasil belajarnya sangat baik karena bersemangat belajar tinggi
Dari catatan yang dimiliki guru tersebut, tampak bahwa guru perlu memperhatikan kondisi eksternal  dan kondisi internal siswa yang belajar. Ke-3 peristiwa di atas menunjukkan bahwa  peranan siswa dan guru dalam kegiatan belajar meliputi :
1. Peristiwa pertama, siswa segan belajar karena tidak mengetahui kegunaan mata pelajaran di sekolah. Siswa bermotivasi rendah karena kurang mendapatkan informasi.
2. Peristiwa ke dua, motivasi belajar siswa menurun karena gangguan eksternal belajar.   Pada kedua peristiwa ini, motivasi siswa menjadi lebih baik setelah guru mengubah kondisi eksternal siswa.
3. Peristiwa ketiga, siswa mempunyai kondisi belajar tinggi. Ini dapat dilihat walaupun guru tidak membantu siswa, tetapi yang bersangkutan bisa mengatasi gangguan dan hambatan belajarnya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa membangkitkan motivasi dalam belajar ditentukan oleh  banyak faktor internal dan ekternal yang mempengaruhinya. Secara  singkat dapat mengatakan bahwa semua faktor di atas mempengaruhi proses motivasi belajar siswa.   
Pada peristiwa ketiga, motivasi siswa termasuk tinggi, pertanyaan yang ingin diketahui adalah: (a) kekuatan apa yang menjadi penggerak belajar siswa tersebut? (b) berapa lama kekuatan tersebut berpengaruh dalam kegiatan belajar? (c) dapatkah kekuatan tersebut terus dipelihara? Terdapat ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mentallah yang mendorong terjadinya belajar sebagai motivasi belajar. 
X.  Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah
Dalam kegiatan belajar-mengajar, peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Tepatnya, jika siswa mendapatkan motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang kadang tidak terduga sebelumnya. Jadi, banyak bakat anak tidak dapat berkembang karena tidak diperolehnya motivasi.
 Portal Pendidikan Utusan Malaysia mengungkapkan bahwa melahirkan siswa yang berhasil bukan semata-mata tergantung pada kemahiran guru menyampaikan ilmu, sebaliknya bagaimana seorang guru dengan bijaksana memotivasi siswanya ke arah keberhasilan. Menurut para pakar pendidikan, faktor motivasi seharusnya diberikan sebagai tumpuan pertama sebelum guru memulai proses pengajarannya. Artinya, pelajar yang tidak termotivasi untuk belajar tidak mampu menerima ilmu yang disampaikan dengan baik, justru menjadikan proses pengajaran dan pembelajaran menjadi sia-sia.
 Untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, ada beberapa cara yang dapat dilakukan :
a.       Memberi angka. Angka sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar terutama untuk mendapatkan nilai yang baik. Sehingga yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik. Angka yang baik bagi para siswa merupakan masukan dan motivasi yang sangat kuat untuk terus belajar.  Namun demikian, angka yang baik belum merupakan hasil belajar yang sejati, yang harus dilakukan guru bagaimana cara memberikan angka-angka dikaitkan dengan values yang terkandung dalam setiap pengetahuan yang diajarkan, sehingga tidak kognitif saja tetapi juga ketrampilan dan afeksinya.
b.      Hadiah.. Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi walaupun tidak selalu demikian. Contoh: Hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.
c.        Saingan/kompetisi. Saingan/kompetisi bisa dugunakan sebagai alat motivasi mendorong belajar siswa. Persaingan yang sehat, baik individu maupun kelompok, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Faktanya unsur persaingan ini banyak digunakan dalam dunia industri atau perdagangan untuk meningkatkan prestasi.  Cara ini juga sangat baik digunakan guna meningkatkan kegiatan belajar siswa untuk menjadi dirinya yang terbaik.
d.      Ego-involvement. Menumbuhkan kesadaran agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga mau bekerja keras mempertahankan harga dirinya. Ini merupakan salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.  Untuk menjaga harga dirinya, seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk belajar dan mencapai prestasi yang baik.  Penyelesaian tugas dengan baik merupakan simbol kebanggaan dan harga diri. 
e.       Memberi ulangan. Siswa akan giat belajar kalau ada ulangan. Dari segi guru, selain untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah mampu menyerap ilmu yang diberikan, dari segi siswa ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Yang perlu dicatat ulangan tidak perlu terlalu sering dan guru harus terbuka apabila ada ulangan harus memberitahukan kepada siswa sebelumnya.
f.        Mengetahui hasil. Dengan mengetahui hasil belajar, apalagi kalau terjadi peningkatan, akan mendorong siswa untuk semakin terus giat belajar dengan harapan hasilnya juga terus meningkat.
g.       Pujian. Apabila ada siswa yang berhasil dengan baik menyelesaikan tugas yang diberikan, perlu diberikan pujian sebagai reinforcement yang positif daan juga merupakan motivasi yang baik. Pujiannya harus tepat waktu dan tidak boleh hanya basa-basi.  Pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan bisa meningkatkan gairah belajar dan membangkitkan harga diri siswa.  Contoh: Pujian/apresiasi yang diberikan seorang guru kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan berhasil mengerjakan hitungan matematika akan menimbulkan rasa percaya diri.
h.       Hukuman. Hukuman sebagai reinforcement yang negatif kalau disampaikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Guru harus memahami benar prinsip-prinsip pemberian hukuman. Tidak dengan suara tinggi apabila memarahi siswa kalau membuat kesalahan cukup memberikan motivasi kepada ssiswa.
i.        Hasrat untuk belajar. Berarti disini ada unsur kesengajaan, ada maksud dan motivasi untuk belajar dari siswa. Ini lebih baik dibandingkan dengan suatu kegiatan yang tanpa ada maksudnya yang jelas sehingga tentu hasilnya akan lebih baik.
j.        Minat.  Motivasi sangat berhubungan dengan minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, demikian juga dengan minat sehingga minat merupakan alat motivasi yang penting. Tugas guru mengajar dengan tidak monoton tetapi dengan cara yang kreatif untuk membangkitkan minat siswa (misalnya: bagaimana membuat pelajaran matematika menarik). Minat siswa bisa dibangkitkan dengan cara-cara: membangkitkan adanya suatu kebutuhan, menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau, memberi kesempatan mendapatkan hasil yang baik, menggunakan berbagai macam teknik/metode mengajar
k.       Tujuan yang diakui. Tujuan belajar yang diakui dan diterima baik oleh siswa merupakan alat motivasi yang penting. Dengan memahami tujuan yang akan dicapai, karena dirasa sangat bermanfaat, maka timbul gairah untuk terus belajar.
Selain cara-cara di atas, tentunya masih ada cara lain yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar. Jadi, guru harus menguasai berbagai macam motivasi ini yang dapat dikembangkan guna menghasilkan hasil dan kegiatan  belajar yang bermakna sehingga hasilnya akan bermakna bagi kehidupan siswa.
XI.   Aspek-aspek yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa
            Motivasi belajar ada dalam diri siswa. Aspek-aspek di bawah ini akan mempengaruhi  motivasi belajarnya :    
1.       Kecemasan. Adanya perasaan cemas pada siswa. Perasan cemas dalam  batas tertentu merupakan energi/daya dorong yang luar biasa dalam motivasi belajar.  
2.       Sikap. Sikap terhadap sesuatu. Ada suatu kecenderungan pada siswa kalau sikap terhadap sesuatu itu positif, yang bersangkutan ingin mendekat, sedangkan sebaliknya kalau yang dialami itu negatif, siswa cenderung ingin menjauh.  
3.       Keingintahuan.  Adanya rasa penasaran pada diri siswa memunculkan motivasi ingin tahu lebih lanjut.  Ini bisa diperoleh baik melalui mendengarkan guru menjelaskan materi dengan aktif dan juga membeli buku-buku yang relevan.
4.       Kemampuan diri (self efficacy). Kemampuan diri mengendalikan perilaku dan merasa dirinya kompeten. Orang yang merasa dirinya tidak kompeten cenderung semangat belajarnya lemah dan pasif.
5.       Locus of control – penyebab perilaku. Ada 2 macam locus of control, yaitu eksternal Locus of control yang  cenderung memandang orang lain sebagai penyebab terjadinya suatu peristiwa dan Internal Locus of control  yaitu melakukan introspeksi atau   memandang diri sendiri sebagai peneyebab terjadinya peristiwa.
6.      Learned helplessness. Merasa putus asa, hilang semangat atau frustasi karena suatu peristiwa yang terjadi. Contoh:  Anak yang sangat sedih sehingga frustasi ketika tahu bahwa dirinya “unwanted child”.   

XII. Prinsip-prinsip Belajar yang Berhubungan dengan Motivasi

            Dari teori yang dikemukakan para ahli, dapat dirangkum prinsip-prinsip belajar antara lain sebagai berikut:
1) Belajar akan berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu. 2) Belajar akan berhasil jika disertai berbuat, latihan dan ulangan. 3) Belajar lebih berhasil jika memberi sukses yang menyenangkan. 4) Belajar lebih berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya. 5) Belajar lebih berhasil jika bahan yang sedang dipelajari dipahami, bukan sekedar menghafal fakta. 6) Dalam proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain. 7) Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri si belajar. 8) Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
XIII.   Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Menurut Monks,[5] paham-paham interaksionis dan paham tugas perkembangan  mengakui pentingnya pemeliharaan kekuatan motivasi belajar.  Dorongan dari dalam atau kekuatan mental dan pengaruh dari luar berpengaruh terhadap kemajuan individu.  Dalam proses belajar-mengajar, motivasi belajar sangat penting bagi siswa dan guru.  Bagi siswa, motivasi belajar penting karena:
1.      Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir. Contoh: Apabila seorang siswa membaca bab buku bacaan, dibandingkan dengan teman sekelasnya yang juga membaca bab tersebut; ia kurang berhasil menangkap isinya, maka ia terdorong membaca lagi.
2.      Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya. Contoh : Apabila terbukti usaha  belajar seorang siswa belum memadai, maka ia akan berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil.
3.      Mengarahkan kegiatan belajar. Misalnya: Setelah ia mengetahui dirinya belum belajar secara serius, terbukti banyak bergurau, maka ia akan mengubah perilaku belajarnya.
4.      Membesarkan semangat belajar. Jika ia telah menghabiskan dana belajar dan masih ada adik yang dibiayai orang tua, maka ia akan berusaha cepat lulus.
5.      Menyadarkan siswa tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja (disela-selanya ada istirahat dan bermain) yang berkesinambungan. Individu dilatih sedemikian rupa sehingga dapat berhasil. Contoh : Setiap hari siswa diharapkan belajar di rumah, tetapi juga membantu pekerjaan orang tua, dan bermain dengan teman sebaya.  Apa yang dilakukan diharapkan dapat berhasil memuaskan.
Kelima hal tersebut di atas menunjukkan bahwa motivasi perlu disadari oleh pelakunya sendiri. Bila motivasi sudah diketahui dengan baik oleh pelakunya (siswa), maka tugas belajar yang diberikan akan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya tanpa ada paksaan dari luar.
Dari aspek guru, motivasi belajar juga penting diketahui. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa sangat bermanfaat bagi guru,  yaitu:     1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa dalam belajar sampai berhasil. 2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam-macam. 3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti sebagai penasehat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, pemberi semangat atau sebagai pendidik, dll. 3) Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis. Tantangan profesionalnya adalah “mengubah” siswa tak bersemangat menjadi bersemangat belajar dan siswa cerdas yang acuh tak acuh menjadi bersemangat belajar. 
XIV.  Karakteristik Siswa/individu yang Memiliki Motivasi Prestasi Tinggi
        Mengakhiri tulisan ini mengenai masalah motivasi dalam belajar, berikut ini disampaikan ciri-ciri siswa/individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.  Karakteristik yang dimaksud yaitu: 1) Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tangung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib atau kebetulan. 2) Memilih tujuan yang realistik tapi menantang, daripada tujuan-tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu besar resikonya. 3) Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau atau tidaknya hasil pekerjaannya. 4) Senang bersaing untuk mengungguli orang lain. 5) Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. 6) Tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status atau keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambang suatu prestasi, suatu ukuran keberhasilan.
XV. KESIMPULAN DAN SARAN
Peran Siswa:
1.      Perilaku belajar dilakukan oleh siswa sendiri. Pada dirinya terdapat kekuatan mental penggerak belajar. Kekuatan mental berupa keinginan, perhatian, kemauan dan cita-cita ini disebut motivasi belajar. Komponen utama motivasi tersebut adalah adanya kebutuhan, dorongan dan tujuan siswa. Motivasi belajar perlu dipahami dengan baik oleh siswa karena motivasi intrinsik dapat bersifat lebih sementara dan langgeng. 
Peran Orang Tua:
2.      Perlu kerjasama yang baik antara siswa yang bersangkutan, guru dan orang tua terutama dalam menumbuhkan motivasi dalam diri siswa. Hasil belajar siswa yang ditandai dengan motivasi belajar tinggi/rendah, juga merupakan tanggung jawab orang tua karena hampir 3/4 waktu anak bersama keluarganya. Tidak tepat bila orang tua menyerahkan 100 % pendidikan anaknya pada pihak sekolah dan tidak/kurang memantau proses belajar anaknya di rumah. Orang tua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat.
Peran Guru:
3.  Jika dikaitkan dengan kegiatan belajar mengajar, siswa akan berusaha untuk selalu mendekati hal-hal yang menyenangkan. Bagi guru, ini merupakan prinsip penting dan tantangan yaitu menimbulkan suasana stimulus yang selalu menyenangkan siswa, sehingga siswa selalu berkeinginan untuk belajar. Bagaimana bertindak dengan taktis dan kreatif dalam mengelola motivasi belajar siswa. Guru harus menumbuhkan motivasi intrinsik siswa. Jangan menuntun siswa mau belajar atau bekerja karena takut dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus dalam ujian. Yang tidak kalah pentingnya, guru perlu mempunyai sifat-sifat positif dan dia sendiri perlu mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjamin siswanya turut bersemangat dalam belajar.  

DAFTAR PUSTAKA (Dalam katalog Penulis)


Rabu, 19 Oktober 2011

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN SOSIAL REMAJA DALAM DELAPAN ASPEK

MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN SOSIAL REMAJA
DALAM DELAPAN ASPEK


BAB  I

PENDAHULUAN


Masa remaja merupakan masa untuk memperluas wawasan sosial. Perkembangan Remaja yang berhubungan dengan dunia sosialnya sudah lebih luas dibandingkan masa kanak-kanak. Saat remaja terjadi perpindahan orientasi dari home centered, dimana remaja mulai meniggalkan rumah dan keluarga dan komunitas yang lebih luas dan menuju ke dunia teman sebayanya (peer),  aktivitas remaja pun bertambah banyak dan remaja mulai belajar mandiri. Pada periode ini remaja juga dituntut masyarakatnya untuk tidak lagi bersikap dan berfungsi sebagai anak, namu disisi lain remaja belum sepenuhnya berfungsi sebagai orang dewasa.
Berkembangnya lingkup sosial pada remaja menuntut kemampuan mereka untuk memahami orang lain dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap dirinya. Kemampuan ini disebut social cognition (Mรถnks, 2001).
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan  yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat. 
 Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan  dalam perkembangan yang lebih ekstrim dapat   menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat mengembangkan  ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan. 

BAB  II

PEMBAHASAN

A. Delapan Aspek

Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan sosial (sosial skill) untuk dapat  menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari (Erikson, 1968). Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila ketrampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. 
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (dalam Gray, 1992), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut ketrampilan sosial (social skills) yaitu: 
1.    Keluarga
2.    Lingkungan
3.    Kepribadian
4.    Rekreasi
5.    Pergaulan dengan lawan jenis
6.    Pendidikan/sekolah
7.    Persababatan dan solidaritas kelompok
8.    Lapangan kerja
B. Implementasi  Delapan Aspek
Dalam pengembangan aspek psikososial remaja, maka delapan aspek yang menuntut ketrampilan sosial remaja harus dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kondisi yang kondusif (Mu’tadin, 2002). Di bawah ini adalah beberapa implementasi yang mungkin berguna dalam aplikasi pengembangan aspek psikososial remaja:
1. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Sebagaimanapun anak melanglang-buana dengan teman sebayanya sebagai dunia yang diidentikkan dengan dirinya untuk mencari kebebasan, namun mereka tetap akan berbalik pada keluarga khususnya orangatua untuk mendapatkan dukungan atau bimbingan (Papalia & Olds, 2001). Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home dimana anak  tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan ketrampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:    
a.   kurang adanya saling pengertian (low mutual understanding)
b.   kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orangtua dan saudara
c.    kurang mampu berkomunikasi secara sehat
d.   kurang mampu mandiri
e.   kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara
f.     kurang mampu bekerjasama
g.    kurang mampu mengadakan hubungan baik
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka amat penting bagi orangtua untuk menjaga agar keluarga tetap harmonis. Keharmonisan dalam hal ini tidaklah selalu identik dengan adanya orangtua utuh (Ayah dan Ibu), sebab dalam banyak kasus orangtua single terbukti dapat berfungsi efektif dalam membantu perkembangan psikososial anak. Hal yang paling penting diperhatikan oleh orangtua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua maupun saudara-saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik antara anak dan orangtua maka segala konflik yang timbul akan mudah diatasi. Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dan sebagainya, hanya akan memunculkan berbagai konflik  yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional, sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama lain menjadi rusak.
2. Lingkungan
Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan lingkungan sosial (tetangga), lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga(keluarga primer & sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orangtua, saudara, atau kakek dan nenek saja. 
Selain konteks lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara luas, remaja juga dipengaruhi oleh media massa sekitarnya, seperti : surat kabar, majalah, radio, internet, dan televisi (Nuryoto, 1995). Remaja gemar memanfaatkan semua media informasi yang ada dalam rangka menambah wawasannya sehingga remaja dapat melakukan interpretasi terhadap fenomena-fenomena sosial dan kultural yang terjadi di sekitarnya. Dengan wawasan yang dimiliki remaja akan mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya.
3. Kepribadian
          Kepribadian merupakan faktor yang amat berpengaruh dalam proses interaksi sosial remaja (Kroger, 1993). Secara sederhana digambarkan apakah remaja berkepribadian introvert-ekstrovert, pasif-aktif, temperamental-non temperamental, dan sebagainya, akan menentukan proses bersosialisasi remaja.
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.  
4. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat  kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru.
5. Pergaulan dengan Lawan Jenis
          Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja seyogyanya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang  menjadi sangat penting dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga. 

6. Pendidikan
          Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai ketrampilan kepada anak. Salahsatu ketrampilan tersebut adalah ketrampilan-ketrampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar ketrampilan-ketrampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak atau remaja dan dikembangkan terus-menerus sesuai tahap perkembangannya. 
7. Persahabatan dan Solidaritas Kelompok
          Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman amat besar. Pada masa remaja berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain (Yusuf, 2001). Seringkali remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. Dalam hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya. 
8. Lapangan Kerja
          Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SMA mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. Dengan memahami lapangan kerja dan ketrampilan-ketrampilan sosial yang dibutuhkan maka remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan dapat menyiapkan untuk bekerja.
Untuk mengakumulasi kedelapan aspek yang telah diuraikan di atas agar mencapai kesempurnaan, diperlukan adanya peningkatkan kemampuan penyesuaian diri.
Untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka sejak awal anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif.  Agar anak dan remaja mudah menyesuaikanan diri dengan kelompok, maka tugas orangtua atau pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Melalui cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang lain atau kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain atau kelompok.
Selain itu anak harus diajarkan sejak dini untuk dapat memilih prioritas tugas-tugas yang harus segera diatasi, bukan menunda atau mengalihkan perhatian pada tugas yang lain. Sejak awal sebaiknya orang tua atau pendidik telah memberikan bekal agar anak dapat memilih mana yang penting dan mana yang kurang penting melalui pendidikan disiplin, tata tertib dan etika.
Pada dasarnya masih banyak cara-cara yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri remaja. Remaja dengan dituntun orangtua dan lingkungan pun bebas memilih cara-cara yang tepat sesuai dengan kebutuhan remaja itu sendiri. Satu hal yang harus selalu diingat adalah bahwa dengan membantu remaja dalam mengembangkan ketrampilan sosial berarti mereka telah dibantu dalam menemukan dirinya sendiri sehingga mampu berperilaku sesuai norma yang berlaku.


BAB  III
KESIMPULAN
Menilik ulasan-ulasan singkat dari pembahasan tulisan ini, maka dapat disimpulkan beberapa benang merah sebagai konklusi, sebagai berikut :
1.    Masa remaja adalah masa peralihan yang menuntut mereka untuk bertingkahlaku dan berpikir secara dewasa, saat mereka sendiri belum mampu menguasai fungsi-fungsi predikat orang dewasa.
2.    Tidak dapat dipungkiri, masa remaja memiliki dua kutub gerakan, yaitu menjauh dari orangtua dan mendekati teman sebaya (peers) dengan salah satu gerakannya adalah konformitas yang dapat berdampak positif atau negatif.
3.    Keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat luas, fasilitas sosial seperti media massa, komunikasi dan teknologi lainnya adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap sosialisasi remaja selain faktor internal seperti kepribadian.
4.    Terdapat delapan aspek yang menuntut hadirnya social skill atau ketrampilan sosial pada remaja, yaitu: keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan atau sekolah, persahabatan dan solidaritas, serta lapangan kerja.
5.    Untuk menyempurnakan delapan aspek agar lebih mudah dipahami dan dijalani remaja maka dibutuhkan aspek ke sembilan yaitu meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, sehingga antar aspek terjadi sinkronisasi yang dinamis.
  
DAFTAR  PUSTAKA