Selasa, 29 Mei 2012

ANTARA PRESTASI DAN PRESTISE


ANTARA PRESTASI DAN PRESTISE


            Seorang teman dengan serta merta menampik dirinya dikategorikan memiliki prestasi yang bagus. Dengan sedikit galau dan suara yang ngadat ia berkomentar : “Saya termasuk orang yang memandang berprestasi itu tidak perlu, lakukan saja tugas yang kita emban sebaik-baiknya. Kalau seseorang berbuat dengan mentargetkan suatu prestasi maka ia akan mandheg/berhenti pada prestasi yang ditargetkan. Selain itu, kata orang prestasi dapat meningkatkan motivasi, padahal itu khan hanya motivasi semu, bahkan itu dapat menjadi bumerang pada diri”.
            Lain lagi seorang rekan yang bergelar aktivis dengan segudang prestasi yang membumbungkan dirinya  hingga ia menduduki tahta prestise yang diidamkan banyak orang; ketika ditanya opininya tentang prestasi dan prestise yang keduanya telah merangkul dirinya, sambil sedikit nyengir diikuti tarikan nafas halus , ia bergumam, “Prestasi itu tidak dapat ditentukan dengan prestise, dan itu banyak dibuktikan oleh orang-orang yang berprestasi. Tetapi tidak dipungkiri kadang-kadang prestise dapat mendorong seseorang untuk berprestasi”. Selanjutnya ditambahkan ,“Tapi untuk tatanan Indonesia sekarang ini prestise sangat menentukan prestasi” komentarnya yang menunjukkan eksistensinya sebagai aktivis yang kritis.
            Prolog di atas mengantar alur pemahaman untuk mengetahui dan memahami





















Rabu, 16 November 2011


KEPRIBADIAN USIA LANJUT
(LANSIA)
I. PENDAHULUAN
Semakin tingginya pengharapan usia hidup maka dengan sendirinya semakin banyak pula penduduk yang berasia lanjut dalam masyarakat. Orang berusia lanjut perlu dipikirkan kesehatannya. Kesehatan meliputi kesehatan fisik menyangkut kesehatan tubuh sedangkan kesehatan psikis menyangkut terpenuhinya kebutuhan psikis seperti hubungan sosial, kebutuhan dihargai, kebutuhan kehangatan, kebutuhan seks (sebagian merapakan kebutuhan fisik sebagian kebutuhan psikis), prestasi dan sebagainya (Haditono, 1993).
Penting diperhatikan bahwa stereotype masyarakat sering tidak benar, misalnya pendapat bahwa orang usia lanjut tidak lagi membutuhkan hubungan sosial, tidak lagi membutuhkan prestasi, apalagi membutuhkan seks. Orang lanjut usia seakan-akan sudah harus menerima nasib dikucilkan dari masyarakat dan menunggu saat kematian saja (MÖnks, 2002)
Pandangan baru telah banyak mengubah pandangan masyarakat semacam itu yang belum tentu benar. Sekarang mulai dimengerti bahwa orang usia lanjut itu masih mempunyai kebutuhan yang sama dengan orang tengah baya atau orang muda, meskipun proporsinya tidak sama. Perlu pula dimengerti bahwa citra orang usia lanjut tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini menyangkut kenyataan bahwa faktor yang mempengaruhi proses menjadi tua tidak hanya tergantung pada usia kronologis saja, tetapi juga faktor kesehatan, pandangan hidup, sikap ketegaran batin dan sifat lingkungan pada umumnya (Haditono, 1993). Proses menjadi tua merupakan proses individual yang kompleks. Salah satu penilaian kompleksnya kehidupan orang usia lanjut (selanjutnya disingkat lansia) adalah mengenal dan memahami kepribadiannya.
Kepribadian atau personality berasal dari kata persona yang berarti masker atau topeng; maksudnya apa yang tampak secara lahir tidak selalu menggambarkan yang sesungguhnya (dalam bathinnya). Contoh: orang lapar belum tentu mau makan ketika ditawari makanan, pada hal perutnya keroncongan. Orang tidak punya uangdapat berpura-pura punya uang atau sebaliknya. Itulah garabaran kepribadian, bahwa yang tampak bukan yang sebenarnya. Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya (Depkes, 1992).
II. MENGENAL DAN MEMAHAMI KEPRIBADIAN LANSIA                     
A. Tipe Kepribadian dan Pola Proses Menjadi Tua
Neugarten, Havighurst, dan Tobin (dalam Neugarten, 1968) dalam penelitian mereka menemukan berbagai tipe kepribadian yang berbeda-beda; semuanya mempunyai hubungan dengan pola proses menjadi tua. Mereka menggunakan tiga kriteria yaitu: (1) tipe kepribadian, (2) banyaknya aktivitas sosial, serta (3) tingkat kepuasan hidup. Usia orang yang diteliti adalah 70 tahun - 79 tahun. Hasil penelitian menunjukkan Pola proses menjadi tua. Bila dilihat bagaimana sikap dan tingkah laku masing-masing kepribadian pada usia lanjut tersebut (Neugarten dkk, 1968) adalah:
1.   Kepribadian yang integrated adalah mereka yang berfungsi baik memiliki kehidupan batin yang kaya, kemampuan kognitif yang baik dan keadaan ego yang kompeten. Mareka fleksibel dan mempunyai sifat dewasa dan terbuka untuk stimulus-stimulus baru. Mereka semua mempunyai kepuasan hidup yang tinggi (bandingkan stadium ke 3 Erikson: sense of lntegraty).
Tipe integrated ini dibedakan sesuai dengan aktivitasnya menjadi:
Pola Reorganizer (A) adalah orang yang integrated yang memiliki aktivitas yang tinggi. Mereka dapat disebut optimum agers. Bila mereka terputus dari aktivitas mereka yang lama, maka mereka akan mulai aktivitas yang baru yang dapat menyebabkan mereka merasa bermakna: melibatkan din dalam aktivitas sosial adalah salah satu contohnya.
Pola Focused (B) adalah mereka yang berkepribadian integrated, mempunyai kepuasan hidup yang tinggi, tetapi hanya memiliki aktivitas yang sedang saja. Mereka menjadi selektif dalam aktivitas mereka dan puas dengan beberapa peran saja, misalnya telah merasa puas dengan perannya sebagai ayah atau ibu rumah tangga, memelihara cucu-cucu, berkebun, memelihara ayam dan sebagainya.
Pola C (disengaged). Golongan ini juga termasuk kepribadian integrated, mempunyai kepuasan hidup tinggi tetapi memiliki aktivitas yang rendah. Mereka dengan suka rela melepaskan diri dari tugas dan tanggung jawab mereka. Mereka tetap merupakan golongan yang luas perhatiannya, terbuka menerima pendapat baru, namun mereka memilih suatu sikap hidup rocking-chair, santai dalam menjalani usia lanjut.
2. Kepribadian yang berikutnya adalah tipe armored atau defended. Golongan ini termasuk golongan yang berambisi tinggi, bermotif prestasi tinggi yang masih menginginkan prestasi, kedudukan dalam masyarakat, berhubungan dengan itu penuh defens terhadap kecemasan dan penuh kontrol terhadap kehidupan emosional mereka. Kelompok kepribadian ini dibedakan dalam dua pola dalam proses menjadi tua.
a. Pola holding on (D). Menjadi tua bagi golongan ini merupakan ancarnan, dari itu mereka ingin mempertahankan kemudaan sampai detik terakhir. Mereka seringkali berhasil dalam usaha mereka mempertahankan ini, dari itu mereka memperoleh kepuasan hidup tinggi dengan aktivitas yang sedang atau tinggi. Mereka berkeyakinan bahwa tetap melakukan aktivitas adalah caranya untuk melawan proses rnenjadi tua.
b. Pola constructed (E). Golongan ini sibuk dengan mempertahankan diri terhadap ketuaan. Karena mereka merasa adanya banyak kemunduran pada diri mereka, maka mereka bermaksud "menghemat" energi mereka dengan sangat membatasi aktivitas dan hubungan sosial mereka melalui penarikan diri dalam keterlibatan dengan orang-orang lain. Dapat dimengerti bahwa golongan ini mempunyai aktivitas yang rendah dengan kepuasan hidup yang tinggi atau sedang.
3. Tipe kepribadian yang passive dependent dibedakan menjadi:
a. Pola succorance-seeking (F). Golongan ini mempunyai kebutuhan tergantung yang tinggi (high dependency needs} dan mengalihkan tanggung jawab pada orang-orang lain. Golcrgan ini mempunyai aktivitas sedang dan kepuasan hidup yang sedang pula. Golongan iri ada dalam keadaan sedang selama mereka dapat menggantungkan diri pada orang lain yang juga dapat memberikan kepuasan emosional pada mereka.
b. Pola apathetic (G). Golongan ini ditandai oleh sikap yang pasif dengan aktivitas rendah serta kepuasan hidup sedang atau rendah. Mereka juga merupakan orang rocking chair, tetap dengan struktur kepribadian yang lain daripada golongan disengaged. Golongan apathetic mempunyai sikap pasif dan apatis, misalnya dikemukakan contoh seorang laki-laki yang dalam wawancara menyuruh isterinya untuk menjawab semua pertanyaan yang ditujukan pada dirinya.
4.      Tipe kepribadian yang keempat adalah tipe unintegrated. Golongan ini mempunyai banyak kemunduran bahkan kerusakan pada fungsi psikisnya, kehidupan kontrol terhadap emosi dan banyak kemunduran dalam fungsi kognitifnya. Mereka menunjukkan suatu disorganized (H) dalam proses menjadi tua. Mereka dapat mempertahankan hidup dalam masyarakat tetapi dengan aktivitas dan kepuasan hidup yang rendah. Uraian di atas menunjukkan bahwa baik teori aktivitas maupun teori pelepasan belum seluruhnya menunjukkar, kebenaran bagi kepuasan hidup orang lanjut usia (optimum aging atau succesfull aging). Kajian terhadap kelangsungan sifat-sifat kepribadian seseorang perlu diintensifkan. Faktor tipe kepribadian merupakan faktor yang sangat penting dalam rneninjau pola proses orang menjadi tua dan dalam meninjau hubungan antara aktivitas sosial dan kepuasan hidup orang lanjut usia
B. Kepribadian Lansia Cerminan dari Kepribadian Masa Muda
Pada lansia yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi dengan baik, kecuali kalau mereka mengalami gangguan kesehatan jiwanya atau tergolong patologik. Sifat kepribadian seseorang sewaktu muda akan lebih nampak jelas setelah memasuki lansia sehingga masa muda diartikan sebagai karikatur kepribadian lansia. Dengan memahami kepribadian lansia tentu akan lebih memudahkan masyarakat secara umum dan anggota keluarga lansia tersebut secara khusus, dalam memperlakukan lansia dan sangat berguna bagi kita dalam mempersiapkan diri jika suatu hari nanti memasuki masa lansia. Adapun beberapa tipe kepribadian lansia (Zainuddin Sri kuntjoro, 2003) adalah sebagai berikut:
1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Constructive Personality)
Model kepribadian tipe ini sejak muda umumnya mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan dan pola kehidupannya. Sejak muda perilakunya positif dan konstruktif serta hampir tidak pernah bermasalah, baik di rumah, di sekolah maupun dalam pergaulan sosial. Perilakunya baik, adaptif, aktif, dinamis, sehingga setelah selesai mengikuti studi ia mendapatkan pekerjaan juga dengan mudah dan dalam bekerjapun tidak bermasalah. Karier dalam pekerjaan juga lancar begitu juga dalam kehidupan berkeluarga; tenang dan damai semua berjalan dengan normatif dan lancar. Dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian model ini adalah tipe ideal, seolah-olah orang tidak pernah menghadapi permasalahan yang menggoncangkan dirinya sehingga hidupnya terlihat stabil dan lancar. Jika tipe kerpibadian ini terlihat seolah-olah tidak pernah bermasalah hal itu terjadi karena tipe kepribadian model ini mudah menyesuaikan diri, dalam arti juga pandai mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya. Sifatnya pada masa dewasa adalah mempunyai rasa toleransi yang tinggi, sabar, bertanggung jawab dan fleksibel, sehingga dalam menghadapi tantangan dan gejolak selalu dihadapi dengan kepala dingin dan sikap yang mantap.
Pada masa lanjut usia model kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada saat memasuki usia pensiun ia dapat menerima dengan suka rela dan tidak menjadikannya sebagai suatu masalah, karena itu post power sindrome juga tidak dialami. Pada umumnya karena orang-orang dengan kepribadian semacam ini sangat produktif dan selalu aktif, walaupun mereka sudah pensiun akan banyak yang menawari pekerjaan sehingga mereka tetap aktif bekerja di bidang lain ataupun ditempat lain. Itulah gambaran tipe kepribadian konstruktif yang sangat ideal, sehingga mantap sampai lansia dan tetap eksis di hari tua (Thomae, 1970).
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality)
Model kepribadian tipe ini sejak masa muda dikenal sebagai orang yang aktif dan dinamis dalam pergaulan sosial, senang menolong orang lain, memiliki penyesuaian diri yang cepat dan baik, banyak memiliki kawan dekat namun sering menolak pertolongan atau bantuan orang lain. Tipe kepribadian ini seolah-olah pada dirinya memiliki prinsip "jangan menyusahkan orang lain" tetapi menolong orang lain itu penting. Jika mungkin segala keperluannya diurus sendiri, baik keperluan sekolah, pakaian sampai mencari pekerjaan dan mencari pasangan adalah urusan sendiri. Begitu juga setelah bekerja, dalam dunia kerja ia sangat mandiri dan sering menjadi pimpinan karena aktif dan dominan. Perilakunya yang akif dan tidak memiliki pamrih, justru memudahkan gerak langkahnya, biasanya ia mudah memperoleh fasilitas atau kemudahan-kemudahan lainnya sehingga kariernya cukup menanjak, apalagi jika ditunjang pendidikan yang baik, maka akan mengantarkan model kepribadian yang mandiri menjadi pimpinan atau manajer yang tangguh.
Dalam kehidupan berkeluarga model kepribadian ini umumnya sangat dominan dalam mengurus keluarganya. Semua dipimpin dan diatur dengan cekatan sehingga semua beres. Seolah-olah dalam benaknya anak istri tidak boleh kerepotan dan jangan merepotkan orang lain. Model tipe ini adalah ayah atau ibu yang sangat perhatian pada anak-anak dengan segala kebutuhannya.
Bagaimana model kepribadian tipe ini memasuki masa pensiun dan masa lansia? Disinilah mulai timbul gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan anak buah, teman, kelompok, jabatan, status dan kedudukan sehingga cenderung ia menunda untuk pensiun atau takut pensiun atau takut menghadapi kenyataan. Termasuk dalam kelompok kepribadian model ini adalah mereka yang sering mengalami post power syndrome setelah menjalani masa pensiun. Sedangkan tipe kepribadian ini yang selamat dari syndrome adalah mereka yang biasanya telah menyiapkan diri untuk memiliki pekerjaan baru sebelum pensiun, misalnya wiraswasta atau punya kantor sendiri atau praktek pribadi sesuai dengan profesinya masing-masing dan umumnya tidak tertarik lagi bekerja disuatu lembaga baru  kecuali diserahi penuh sebagai pimpinan.
3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality)
Tipe kepribadian tergantung ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik, namun sukar melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghadapi hal-hal yang nyata. Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak menyendiri, pergaulannya terbatas sehingga hampir-hampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga saat menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa studinya juga lambat. Dalam mencari pekerjaan orang tipe ini biasanya tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan diperhatikan oleh orang lain atau atasan, namun jika tidak ada perintah cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah akrab sulit melupakan jasa baik temannya.
Dalam kehidupan perkawinan, karena orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak banyak protes, pokoknya mengikuti kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut seringkali mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan merupakan beban yang amat berat sehingga mengalami stress yang berat dan sangat menderita.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality)
Tipe Kepribadian bermusuhan adalah model kepribadian yang tidak disenangi orang, karena perilakunya cenderang sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semauanya sendiri dan sebagainya. Sejak masa sekolah dan remaja biasanya mereka sudah banyak masalah, sering pindah-pindah sekolah, tidak disenangi guru, dijauhi kawan-kawan sehingga sebagai siswa reputasinya negatif. Begitu juga setelah jadi mahasiswa, dikampus biasanya mereka dikenal sebagai tukang bikin ribut, prestasi akademik kurang, namun biasanya pandai pacaran, ganti-ganti pacar, berjiwa petualang (avonturir) dan mudah terjerumus dalam minum-minuman keras, menggunakan narkotik dan sejenisnya. Dalam dunia kerja umumnya mereka tidak stabil, senang pindah-pindah kerja atau pekerjaannya tidak menentu. Kalau menjadi pejabat cenderung foya-foya, menghalalkan segala cara dan semua keinginan harus dituruti, demi memberikan kepuasan diri. Tipe ini juga dikenal tidak mau mengakui kesalahannya dan cenderung mengatakan bahwa orang lah yang berbuat salah, banyak mengeluh dan bertindak agresif atau destruktif, pada hal dalam kenyataan mereka lebih banyak berbuat kesalahan.
Model kepribadian bermusuhan ini juga takut menghadapi masa tua, sehingga mereka berusaha minum segala jenis jamu atau obat agar terlihat tetap awet muda, mereka juga takut kehilangan power, takut pensiun dan paling takut akan kematian. Biasanya pada masa lansia ornag-orang dengan tipe ini terlihat menjadi rakus, tamak, emosional dan tidak puas dengan kehidupannya, seolah-olah ingin hidup seribu tahun lagi.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality)
Tipe kepribadian kritik diri ditandai adanya sifat-sifat yang sering menyesali diri dan mengkritik dirinya sendiri. Misalnya merasa bodoh, pendek, kurus, terlalu tinggi, terlalu gemuk dan sebagainya, yang menggambarkan bahwa mereka tidak puas dengan keberadaan dirinya. Sejak menjadi siswa mereka tidak memiliki ambisi namun kritik terhadap dirinya banyak dilontarkan. Kalau dapat nilai jelek, selalu mengkritik dirinya dengan kata dasar orang bodoh maka malas belajar. Begitu juga setelah dewasa dalam mencari pekerjaan dan bekerja juga tidak berambisi yang penting bekerja namun karier tidak begitu diperhatikan. Keadaan itu biasanya juga mengakibatkan kondisi sosial ekonominya juga menjadi pas-pasan, karena sulit diajak kerja keras.
Dalam kehidupan berkeluarga juga tidak berambisi, syukur kalau dapat jodoh, namun setelah nikah hubungan suami istripun tidak mesra karena selalu mengkritik dirinya dengan segala kekuangannya. Karena kurang akrab berkomunikasi dengan suami atau istri, maka mudah terjadi salah paham, salah pengertian dan mudah tersinggung. Kehidupan dalam keluarga kurang hangat dan kurang membahagiakan dirinya. Dalam menghadapi masa pensiun mereka akan menerima dengan rasa berat, karena merasa lebih tidak berharga lagi dan tidak terpakai. Model kepribadian inilah yang sering terlihat pada lansia yang antara suami dan istri menjadi tidak akur, sehingga masing-masing mengurusi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling menegur dan saling mengacuhkan walaupun hidup dalam satu atap.
C. Kepribadian Lansia dan Pengalaman Menopouse pada Wanita
Mitos yang populer tentang menopouse adalah perubahan perilaku menjadi mudah marah, suasana hati yang buruk serta depresi tanpa sebab yang jelas. Namun penelitian dan Universitas Pittsburgh (Peterson dkk, 1988) menunjukkan hal sebaliknya. Menopouse tidak mendorong berubah-ubahnya suasana hati, depresi maupun stres pada wanita. Bahkan pada beberapa kasus justru meningkatkan kesehatan jiwa. Dapat  dikatakan bahwa menopouse bukan  selalu  merupakan pengalaman buruk  (Kompas, 2001). Ada beberapa tipe kepribadian yang dimunculkan berkaitan dengan menopouse (Peterson dkk, 1988),  sebagai berikut:
1. Matuare :
- Mudah menyesuaikan diri
- Bebas Konflik
- Puas pada diri sendiri
2. Rockind-Chaimen :
-  Pasif dan bahagia karena bebas tanggung jawab
- Menikmati hari tua, pua dengan pencapaian saat sekarang
- Tidak bergairah untuk meningkatkan diri
- Lansia adalah kebahagiaan
3. Angry Man :
- Merasa dirinya kurang berhasil, kecewa
- Menuduh orang lain sebagai penyebab kesedihan
- Menolak kenyataan menjadi tua
Bagi sebagian wanita, fase menopouse justru disambut dengan gembira karena tidak lagi direpotkan dengan urusan anak dan rumah tangga sehingga memiliki banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang disukai, tipe wanita seperti ini adalah tipe kepribadian matuare.
Pada sebagian wanita menopouse menyebabkan mereka kehilangan gairah seksual. Penurunan kadar eksterogen memang mengubah elastisitas genital. Menurut para ahli, penurunan gairah tidak hanya terkait dengan struktur fisik, tetapi juga erat kaitannya dengan masalah interpersonal, faktor psikologis dan budaya. Misalnya merasa tua dan tidak pantas memikirkan tentang seks lagi atau gairah menurun _nkarena memang telah berkurangnya frekuensi melakukan hubungan seks. Tipe kepribadian seperti ini adalah tipe Rocking-Chaiman.
Tipe wanita Angry Man sebagian ada yang menolak kenyataan menjadi tua sehingga menimbulkan depresi. Kebanyakan kasus depresi steres kehidupan. Misalnya perubahan-perubahan kehidupan keluarga pada saat anak-anak menginjak dewasa dan mulai mandiri, ibu merasa tidak lagi dibutuhkan, parubahan sosial dengan lingkungan, kehilangan anggota keluarga, pertambahan usia dan mulai sakit-sakitan.
Pada akhirnya, menopouse menakutkan atau menyenangkan tergantung bagaimana seseorang mengelola stress dan menghadapi kehidupannya, ada yang bersikap negatif ada yang positif, hal ini pun tidak lepas dari basic kepribadian individu.
III. PENUTUP

Realita kehidupan manusia tidak akan pernah berubah dalam tiap proses yang dijalani. Perabahan yang terjadi tidak lain hanya karena situasi dan kondisi hidup yang berbeda. Mulai dari proses lahir, hadir, berarti dalam menjalani hidup hingga hari senja (usia lanjut) semuanya adalah hal yang kodrati ibarat rotasi bumi. Maka untuk menjalani hari tua, penentu awal adalah perjalanan hidup yang mendahuluinya (masa muda). Rentetan kehidupan akan terus berjalan dan terkait erat dengan tiap tahap yang dilalui sebagai penjelmaan penilaian hidup dalam wujud kepribadian lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Dalam Katalog Penulis

Gerontopilia


Manusia tercipta sebagai makhluk yang mampu berpikir (homo sapien), makhluk sosial (homo sosious), dan makhluk yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa (homo religous) sekaligus juga sebagai makhluk yang unik. Unik dalam segala perilaku dan perbuatannya, sehingga terkadang sulit diprediksi untuk apa manusia berbuat sesuatu, yang kadang-kadang sulit diterima berdasarkan nalar yang sehat atau secara normal. Istilah normal inipun juga bukan patokan yang pasti tetapi tergantung orientasi kita (kapan, dimana dan siapa); misalnya suatu saat pada hari Jumat kita sholat di parkiran, karena tak kebagian tempat di dalam mesjid, itu normal, tetapi di saat yang lain orang sholat sendirian di tempat tersebut, pasti dianggap tidak normal, bisa-bisa ia ditangkap satpam. Itulah salah satu keunikan dalam kehidupan manusia. Suatu tingkahlaku yang dilakukan seseorang dapat dikatakan baik atau tidak baik, normal atau tidak normal, sehat atau tidak sehat, dan sebagainya sebenarnya sangat ditentukan orientasi  seseorang dalam kehidupannya.
Keunikan yang ada pada manusia tidak hanya terlihat dalam tingkah laku yang bisa dianggap normal atau sehat saja, tetapi juga bisa terlihat pada perilaku-perilaku yang dianggap menyimpang seperti kasus-kasus penyimpangan seksual. Kasus-kasus penyimpangan seksual sangat banyak macamnya, dari yang sifatnya mencari kepuasan bila disakiti (Masochisme) sampai mencari kepuasan dengan menyakiti orang lain (Sadisme). Dari jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual pada anak kecil (Pedopilia) sampai dengan jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada nenek-nenek atau kakek-kakek (Gerontopilia).
Apa itu Gerontopilia?
Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme,  frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan awalnya adalah  merasa impoten bila menghadapi  istri/suami sebagai pasangan hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi.  Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya  kepada pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya (kakek/nenek).
Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis (heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak. Manusia walaupun diciptakanNya sempurna namun ada keterbatasan, misalnya manusia itu satu-satunya makhluk yang  mulut dan hidungnya tidak mampu menyentuh genetalianya; seandainya dapat dilakukan mungkin manusia sangat mencintai dirinya secara menyimpang pula. Hal itu sangat berbeda dengan hewan, hampir semua hewan mampu mencium dan menjilat genetalianya, kecuali Barnobus (sejenis Gorilla) yang sulit mencium genetalianya. Barnobus satu-satunya jenis apes (monyet) yang bila bercinta menatap muka pasangannya, sama dengan manusia. Hewanpun juga banyak yang memiliki penyimpangan perilaku seksual seperti pada manusia, hanya saja mungkin variasinya lebih sedikit, misalnya ada hewan yang homoseksual, sadisme, dan sebagainya.
Kasus Gerontopilia mungkin jarang terdapat dalam masyarakat karena umumnya si pelaku malu untuk berkonsultasi ke ahli, dan tidak jarang mereka adalah anggota masyarakat biasa yang juga memiliki keluarga (anak & istri/suami) serta dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya secara normal bahkan kadang-kadang mereka dikenal sebagai orang-orang yang berhasil/sukses dalam karirnya. Meski jarang ditemukan, tidaklah berarti bahwa kasus tersebut tidak ada dalam masyarakat Indonesia. 
Contoh Kasus
Untuk dapat memahami perilaku Gerontopilia, saya mengajak pembaca untuk melihat satu contoh kasus, sebagai berikut:

Sebut saja si pelaku berinisial "S". S mulai menceritakan riwayat  hidupnya sebagai seorang anak laki-laki yang ketika berumur 4 tahun ayahnya meninggal dunia, dan selanjutnya ia diasuh oleh kakek dan neneknya. Kehidupan masa kecilnya bersama nenek dan kakeknya cukup bahagia, S dapat mengikuti pendidikan formal dengan baik. Setelah lulus SMA, S pindah ke kota lain karena diterima di salah satu Fakultas Kedokteran Negeri di Sumatera dan akhirnya berhasil menjadi seorang dokter. Ketika di SMA banyak waktu dihabiskan untuk melakukan kegiatan-kegiatan di masjid atau surau seperti kawan-kawan sebayanya di sana. Meski telah menjadi seorang dokter, ada kenangan yang sulit dilupakan karena pada saat  S banyak melakukan kegiatan di surau, ia memiliki kenalan yang sangat akrab yaitu seorang kakek yang banyak memberikan perhatian, bantuan, dorongan, kesenangan dan kepuasan bagi S sebagai seorang remaja. Pada saat S kuliah di kota lain hubungan tetap terjalin, tiap malam minggu ia pulang seperti remaja lain mengunjungi pacarnya. Namun pacar S ini lain dari yang lain yaitu seorang kakek yang ubanan, bersih dan ganteng, katanya. Apa yang dilakukan antara kakek dan remaja tersebut ternyata bercinta secara homoseksual. Hal itu dilakukan cukup lama sejak SMA kelas I sampai S lulus menjadi dokter, pada hal si kakek tersebut punya anak dan punya istri. Cara bercintanya juga sangat rapi karena tidak ada yang tahu, baik pihak keluarga kakek maupun keluarga S, termasuk kawan-kawan sebayanya. Rupanya apa yang dilakukan kedua insan berbeda usia dan sejenis tersebut membahagiakan kedua belah pihak, karena kedua belah pihak merasa sulit untuk berpisah. Untuk menjaga kelestarian hubungan antara keduanya, kakek menawarkan kepada S agar menikah dengan anak perempuannya bernama (K). S sudah cukup kenal dengan K walaupun merasa tidak cinta, seperti cintanya terhadap ayah K. Namun akhirnya S nikah dengan K karena ada udang dibalik batu agar tetap dekat dengan ayah K. Dalam kehidupan sebagai suami istri S menjalaninya biasa-biasa saja, namun hubungan dengan kakek juga tetap dijalankan, bahkan merasa lebih bebas karena satu rumah. Kadang-kadang ia bermesraan sama kakek yang sekarang adalah mertua, namun kadang-kadang bermesraan sama K sebagai istri. Dalam bathin S sering timbul perasaan bahwa  cintanya terhadap istri cukup sebagai simbol status sosial, karena secara umum hal itu merupakan suatu yang wajar bahwa laki-laki berpasangan  dengan wanita. Namun disisi lain S merasa sangat mencintai kakek dan merasa lebih bergairah dalam bercinta. Bahkan S merasa terangsang dengan istri bila habis bermesraan dengan kakek, entah bagaimana caranya. Keadaan itulah yang terus terbawa sampai saat ini. S merasa bergairah dengan istrinya apabila habis bercinta dengan si kakek.
Kehidupan memang tidak pernah akan berlanjut dengan  mulus bagi S untuk bermesraan dengan dua orang, dimana satu sama lain tidak memperlihatkan kecumburuan dan kecurigaan dan dua-duanya memberi kepuasan pada dirinya. Setelah S dengan K memiliki anak pertama, si kakek meninggal dunia. S pada awalnya merasa shock karena pasangan yang sangat dicintainya telah tiada dan S kemudian mencurahkan perhatiannya kepada anak dan istrinya serta pekerjaannya sebagai pegawai negeri. Waktu berlalu dengan cepat, sampai akhirnya  S sudah berpindah-pindah kota dan sudah menduduki jabatan penting. Suatu saat S ditawari untuk pindah ke Jakarta dan ia tentu saja merasa sangat senang karena dapat bekerja di pusat. Setelah berada di Jakarta S merasa senang jika mendapat tugas mendampingi tamu bule pria untuk keliling daerah. Menurut S umumnya orang bule senang diajak main cinta dengan dia, sehingga keinginan S untuk bertemu idamannya yaitu laki-laki, sudah cukup tua, rambutnya putih dan klimis, apalagi mau diajak bercinta semakin menggebu lagi. Ketika  hal itu dapat dilakukan S maka ia merasa bahagia dan merasa bergairah untuk bercinta dengan istrinya. Selain itu hubungan S dengan istrinya tidak uring-uringan dan keduanya merasa bahagia, walaupun keadaan S mungkin tidak diketahui oleh istrinya.
Dalam kehidupan bermasyarakat perilaku S terlihat biasa-biasa saja namun sebagai seorang seorang ahli medis ia mendapatkan kesulitan bila menemui pasien seperti yang diidamkannya yaitu pria cukup tua, rambut putih, penampilan bersih dan klimis. Setiap bertemu pasien seperti itu S langsung naksir dan amat tertarik.  Kata S,  secara naluri  ia tahu apakah orang yang dihadapi (diperiksa) itu mau diajak bercinta atau tidak, sehingga hal itu  menyebabkan konflik, antara tugas profesi dan dorongan nalurinya yang tidak pada tempatnya. Untuk menjaga profesinya itu S sangat hati-hati jangan sampai rahasia dirinya diketahui oleh para pasiennya. Dalam keadaan inilah S sering merasa terganggu  ketenangannya sehingga di rumahpun ia mudah menjadi emosional dan uring-uringan. Keadaan seperti itu terus berlanjut sampai usianya berkepala lima. Dorongan ingin bertemu dengan idamannya sangat kuat.  Saking kuatnya keinginan tersebut,  suatu saat S mencoba mendekati waria di pinggir jalan di sekitar sebuah taman di Jakarta pada saat waria mejeng di sana. Begitu mudah berkenalan dengan waria bagi S, namun S menjadi terkejut dan takut karena perilaku waria ternyata lain dengan yang di bayangkan S. Kata S waria yang ditemuinya ternyata lebih feminin dari wanita, sehingga ia bingung bagaimana cara merayunya untuk bercinta, sehingga S teringat pada istrinya dan spontan meninggalkann waria tersebut.
Contoh kasus di atas menggambarkan bahwa penyimpangan (deviasi) seksual kadang-kadang memang merupakan sesuatu yang aneh. Misalnya kenapa S menjadi bingung, obsesif, cemas hanya karena ingin ketemu untuk bercinta dengan orang yang sudah tua dan  sejenis (homo), padahal dia sudah punya anak dan istri. Kasus tersebut juga heteroseksual (punya istri) namun juga biseksual karena dapat bercinta dengan sejenis maupun lawan jenis. Disisi lain S juga mengeluh impotensi terhadap istri, walaupun hal itu tidak bersifat permanen, bahkan jika setelah ketemu idamannya untuk bermain cinta, ia menjadi bergairah lagi.
Menyikapi masalah-masalah seperti dalam contoh kasus tersebut, kita semua dituntut untuk memiliki ketahanan mental agar tidak mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya sehingga akhirnya menjadi menyimpang. Untuk memperoleh ketahanan mental tersebut kita sudah diberikan acuan dan pedoman berupa norma-norma agama, norma etika maupun norma sosial. Oleh sebab itu berperilakulah yang normatif dalam arti bertingkahlaku mengikuti norma agama, norma etika dan norma sosial yang berlaku.